Inilah Perbedaan Talak Satu, Dua, dan Tiga

Bagikandakwah – Sahabat dakwah, dibawah ini akan menjelaskan tentang perbedaan talak 1, 2 dan 3 . semoga bisa bermanfaat




Pertanyaan:
Saya masih bingung perbedaan talak 1, 2, dan 3 itu apa. Boleh tolong jelaskan perbedaan ketiganya? Sebelumnya terima kasih.

Jawaban:

Intisari
Talak satu dan dua merupakan talak dimana diperkenankan untuk rujuk kembali atau kawin kembali antara kedua bekas suami isteri itu. Talak satu dan dua ini disebut juga sebagai talak raj’i, yakni suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah. Sedangkan talak tiga adalah talak dimana jika suami telah menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, maka perempuan itu tidak halal lagi baginya untuk mengawininya sebelum perempuan itu kawin dengan laki-laki lain.

Perbedaannya adalah bagaimana akibat dari masing-masing talak dan bagaimana cara rujuk atau kawin kembali di antara suami dan istri tersebut. Lalu apakah talak satu, dua, dan tiga itu harus dijatuhkan secara berurutan? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.


Ulasan

Arti Talak Secara Umum

Dalam Islam, salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga disebut thalaq/talak. Demikian antara lain yang dijelaskan oleh  Drs. Sudarsono, S.H., M.Si. dalam bukunya Hukum Perkawinan Nasional (hal. 128).

Arti talak itu sendiri menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.

Mengenai talak diatur lebih lanjut dalam Pasal 129, Pasal 130, dan Pasal 131 KHI. Pasal 129 KHI berbunyi:

“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.”

Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama.

Sedangkan, mengenai cerai karena talak yang diucapkan suami di luar Pengadilan Agama, menurut Nasrullah Nasution, S.H. hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah menurut hukum yang berlaku di negara Indonesia karena tidak dilakukan di Pengadilan Agama. Menurut Nasrullah, akibat dari talak yang dilakukan di luar pengadilan adalah ikatan perkawinan antara suami-istri tersebut belum putus secara hukum.

Talak Satu dan Talak Dua

Soal talak satu dan talak dua, berpedoman pada pendapat Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal. 100), dikatakan bahwa Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 229 mengatur hal talak, yaitu talak hanya sampai dua kali yang diperkenankan untuk rujuk kembali atau kawin kembali antara kedua bekas suami istri itu. Jadi apabila suami menjatuhkan talak satu atau talak dua, ia dan istri yang ditalaknya itu masih bisa rujuk atau kawin kembali dengan cara-cara tertentu.

Arti rujuk kembali ialah kembali terjadi hubungan suami istri antara seorang suami yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya dengan istri yang telah ditalak-nya itu dengan cara yang sederhana. Caranya ialah dengan mengucapkan saja “saya kembali kepadamu” oleh si suami di hadapan dua orang saksi laki-laki yang adil.

Sedangkan arti kawin kembali ialah kedua bekas suami istri memenuhi ketentuan sama seperti perkawinan biasa, yaitu ada akad nikah, saksi, dan lain-lainnya untuk menjadikan mereka menjadi suami istri kembali. Sungguhpun demikian, dalam masyarakat kita di Indonesia orang selalu menyebut kawin kembali itu dengan sebutan rujuk juga (Ibid, hal. 101).



Mengenai talak satu atau talak dua ini disebut juga talak raj’i atau talak ruj’i, yaitu talak yang masih boleh dirujuk (Ibid, hal. 103) yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 118 KHI yang berbunyi:

“Talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah.”

Jadi, akibat dari talak kesatu dan kedua ini adalah suami istri dapat rujuk atau kawin kembali.

Soal talak raj’i, Sudarsono menjelaskan bahwa (hal. 132-133) pada hakekatnya talak ini dijatuhkan satu kali oleh suami dan suami dapat rujuk kembali dengan istri yang ditalaknya tadi. Dalam syariat Islam, talak raj’i terdiri dari beberapa bentuk, antara lain: talak satu, talak dua dengan menggunakan pembayaran tersebut (iwadl). Akan tetapi dapat juga terjadi talak raj’i yang berupa talak satu, talak dua dengan tidak menggunakan iwadl juga istri belum digauli.

Masa Iddah
Adapun yang dimaksud dengan masa iddah (waktu tunggu) adalah waktu yang berlaku bagi seorang istri yang putus perkawinannya dari bekas suaminya.
Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:

Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qabla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.
Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari.
Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.

Talak Tiga

Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230, kalau seorang suami telah menjatuhkan talak yang ketiga kepada istrinya, maka perempuan itu tidak halal lagi baginya untuk mengawininya sebelum perempuan itu kawin dengan laki-laki lain.
Selengkapnya bunyi Surat Al-Baqarah ayat 230:

“Jika dia menceraikan perempuannya (sesudah talak dua kali), maka tiadalah halal perempuan itu baginya, kecuali jika perempuan itu telah kawin dengan lelaki yang lain. Dan jika diceraikan pula oleh lelaki lain itu, tiada berdosa keduanya kalau keduanya rujuk kembali, jika keduanya menduga akan menegakkan batas-batas Allah. Demikian itulah batas-batas Allah, diterangkannya kepada kaum yang akan mengetahuinya.”

Maksudnya ialah kalau sudah talak tiga, perlu muhallil untuk membolehkan kawin kembali antara pasangan suami isteri pertama. Arti muhallil ialah orang yang menghalalkan. Maksudnya ialah si istri harus kawin dahulu dengan seorang laki-laki lain dan telah melakukan persetubuhan dengan suaminya itu sebagai suatu hal yang merupakan inti perkawinan. Laki-laki lain itulah yang disebut muhallil. Kalau pasangan suami istri ini bercerai pula, maka barulah pasangan suami istri semula dapat kawin kembali (Ibid. hal. 101-102).

Talak tiga ini disebut juga dengan talak ba’in kubraa yang pengaturannya dapat kita temui dalam Pasal 120 KHI yang berbunyi:

“Talak ba’in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya.”

Soal talak tiga ini, Sudarsono menjelaskan bahwa (hal. 128-129) perempuan yang telah dijatuhi talak tiga ini harus sudah menikah dengan laki-laki lain kemudian bercerai. Dalam keadaan demikian, perempuan tadi tidak dilarang dinikahi lagi oleh laki-laki bekas suami pertama; hukum perkawinan tersebut tetap halal.

Lebih lanjut Sudarsono menjelaskan bahwa apabila terjadi seorang diupah oleh bekas suaminya pertama agar menikah dengan bekas istrinya, kemudian mentalaknya dan oleh karena sesudah ditalak oleh laki-laki yang diberi upah itu, bekas suami pertama (yang mengupah) mengawini perempuan itu lagi. Keadaan seperti ini tidak dibenarkan di dalam syari’at Islam.

Waktu Penjatuhan Talak, Haruskah Berurutan?
Apabila seorang istri dijatuhkan talak satu atau talak dua oleh suaminya, maka suami istri tersebut diperintahkan tetap tinggal satu rumah. Demikianlah ajaran islam, karena dengan demikian suami diharapkan bisa menimbang kembali dengan melihat istrinya yang tetap di rumah dan mengurus rumahnya. Demikian juga istri diharapkan mau ber-islah karena melihat suami tetap memberi nafkah dan tempat tinggal.
Lalu timbul pertanyaan, apakah talak satu, dua, dan tiga ini harus dijatuhkan berurutan atau akumulatif?

Sebagai contoh yang kami dapatkan dari laman tausyiah275.wordpress.com -blog berisikan kumpulan tausiyah atau nasehat keagamaan-dalam tulisan Penjelasan Mengenai Talak 1, 2, dan 3, misalkan suami (A) dan istri (B) menikah. Lalu A mentalak B. Ini disebut talak 1. Setelah 4 bulan, mereka rujuk. Lalu karena satu dan lain hal, A kembali mentalak B. Nah, ini disebut talak 2. Meski telah talak 2, A masih boleh rujuk dengan B. Namun jika A kembali mentalak B, yg otomatis menjadikan talak 3 telah jatuh, maka A tidak boleh rujuk lagi dengan B, kecuali B menikah dahulu dengan X, berhu*bungan in*tim, lalu si X mentalaknya (minimal talak 1), serta sudah habis masa iddahnya.

Kemudian pertanyaan lain, bolehkah sekali talak langsung talak 3? Masih bersumber dari laman yang sama, pernyataan talak yang langsung talak 3 ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.

Namun, jika merujuk pada ayat “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.” pada Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 229, banyak ulama yang berpendapat bahwa talak 3 hanya bisa dilakukan setelah 2 kali talak dan 2 kali rujuk.

Meski demikian, ada yg berpendapat boleh dilakukan talak langsung talak 3 dengan merujuk pada hadits:

“Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakr, lalu dua tahun di masa khilafah ‘Umar muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. ‘Umar pun berkata, “Manusia sekarang ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan talak tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu pernah berlaku, yaitu talak itu masih ada kesempatan untuk rujuk. Karena ketergesa-gesaan ini, aku berharap bisa mensahkan talak tiga sekali ucap.” Akhirnya ‘Umar pun mensahkan talak tiga sekali ucap dianggap telah jatuh tiga kali talak.” (HR Muslim no 1472)

Merujuk pada hadits di atas, boleh saja seorang suami langsung menjatuhkan talak 3 sekaligus. Namun, seperti yang Umar katakan, bahwa perbuatan langsung talak 3 sebenarnya hal yang tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan aturan Islam yang dulu pernah berlaku, yakni jatuhnya 2 kali talak dan 2 kali rujuk.

Jika seorang suami telah mentalak 3 istrinya, lalu di kemudian hari menyesal dan ingin rujuk, maka seperti penjelasan di atas, TIDAK DIPERBOLEHKAN RUJUK kecuali si istri telah menikah dengan orang lain, disetubuhi suami barunya, dan diceraikan (ditalak).

Demikian penjelasa dari kami, semoga bisa bermanfaat.


Sumber: hukumonline.com
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Inilah Perbedaan Talak Satu, Dua, dan Tiga