Bagikandakwah – Sahabat dakwah yang kami hormati, Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian
dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya yaitu
syaitan.” (Riwayat Ahmad)
Sahabat dakwah, saat ini kita sering berhadapan dengan
dilema, bolehkah dibonceng motor oleh laki-laki non mahram? Termasuk tukang
ojek, tetangga, atau teman kantor? Berikut ulasan selengkapnya :
Hadits no. 4849 dalam kitab Sahih Bukhari; dan hadits
no. 2182 dalam kitab Sahih Muslim meriwayatkan tentang Asma binti Abu Bakar
(saudari Aisyah dan ipar Nabi) yang pernah diajak naik unta bersama Nabi
(boncengan bersama dalam satu kendaraan):
“Dari Asma bin Abu Bakar ... Suatu hari saya datang ke
kebun Zubair (suami saya) dan memanggul benih di atas kepala saya. Di tengah
jalan saya bertemu Rasulullah bersama sekolompok orang dari Sahabat Anshar.
Lalu Nabi memanggilku dan menyuruh untanya (dengan mengatakan "ikh ...
ikh") agar merunduk untuk membawaku di belakang Nabi.”
Dalam menganalisa hadits ini, Imam Nawawi dalam Syarh
Muslim menyatakan XIV/166:
Hadits ini menunjukkan bolehnya berboncengan (antara
lelaki dan perempuan bukan mahram) pada satu kendaraan apabila wanita itu
seorang yang taat agamanya. Dalam soal hadits ini ada banyak pendapat ulama
yang berbeda antara lain:
(a) adanya sifat belas kasih Nabi pada umat Islam baik
laki-laki dan perempuan dan berusaha membantu sebisa mungkin ; (b) Pendapat
lain menyatakan bolehnya membonceng perempuan yang bukan mahram apabila dia
ditemukan di tengah jalan dalam keadaan kecapean. Apalagi kalau bersama
sejumlah laki-laki lain yang saleh. Dalam konteks ini maka tidak diragukan
kebolehannya.; (c) Menurut Qadhi Iyad bolehnya ini khusus untuk Nabi saja,
tidak yang lain. (Karena) Nabi telah menyuruh kita agar laki-laki dan perempuan
saling menjauhkan diri.
Dan biasanya Nabi menjauhi para perempuan dengan tujuan
supaya dikuti umatnya. Kasus ini adalah kasus khusus karena Asma adalah putri
AbuBakar, saudari Aisyah alias ipar dan istri dari Zubair. Maka, seakan Asma
itu seperti salah satu keluarganya. Adapun lelaki membonceng wanita mahram maka
hukumnya boleh secara mutlak dalam segala kondisi.
Kesimpulan dari hadits dan tafsir tersebut ialah
haramnya berboncengan antara laki-laki dan perempuan non mahram jika
menimbulkan syahwat. Artinya, berboncengan diperbolehkan dengan syarat-syarat
tertentu.
Inilah Syarat-syarat diperbolehkannya antara lain:
1.
Tidak terjadi persinggungan badan
Jika Sahabat dakwah berada dalam kondisi harus naik
ojek atau dibonceng seseorang yang bukan mahram, usahakan tidak terjadi
persentuhan kulit, apalagi sampai memeluk pinggang pembonceng.
Taruhlah tas di tengah-tengah antara pembonceng dengan
yang dibonceng. Dan berpeganganlah pada ujung motor, biasanya ada tempat
pegangan sehingga kita tetap aman meskipun kecepatan motor agak tinggi.
2.
Tidak terjadi khalwat (berdua-duaan di tempat sepi)
Sahabat dakwah, Upayakan tidak berboncengan di daerah
yang sepi atau di malam hari. Lebih baik dibonceng oleh mahram kita, entah
suami, ayah, atau saudara laki-laki kandung jika terjadinya di malam hari.
3.
Tidak mempunyai maksud buruk atau kecenderungan ke arah syahwat
Kalau kebetulan yang mengajak berboncengan adalah teman
kantor, dan kita memiliki kecenderungan suka kepadanya, lebih baik jangan
berboncengan dengannya, karena akan menimbulkan hal yang buruk, entah itu
berupa penyakit hati, maupun hal lain yang tidak diinginkan.
Demikianlah ulasan yang sangat sedikit ini, semoga bisa
menambah pengetahuan anda dan tentunya semoga bermanfaat.
Sumber : ummi-online