Bagikandakwah – Hindari yang namanya riya’ / pamer dalam hal beribadah. Berikut ini penjelasan Al-Allamah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa beliau (2:29,30). Hubungan riya dengan ibadah memiliki tiga bentuk:
Bentuk
Pertama
Motivasi ibadah seseorang murni agar dilihat manusia.
Seperti orang yang melakukan shalat karena ingin dilihat manusia, karena ingin
manusia memuji shalatnya. Maka riya jenis ini membatalkan ibadah.
Bentuk
Kedua
Riya menghampiri di tengah-tengah pelaksanaan ibadah. Yaitu
seseorang memulai ibadahnya dengan keikhlasan kemudian ditengah pelaksanaan
ibadah terserang riya. Kasus ini tidak terlepas dari dua keadaan
Keadaan
Pertama
Awal pelaksanaan ibadah tidak berkaitan dengan akhir ibadah.
Maka ibadah yang dilakukan dibagian awal, sah ibadahnya. Adapun ibadah yang
terakhir dilakukan (karena tercampur riya) menjadi batal.
Contoh:
Seseorang memiliki 100 real dan ingin bersedekah dengannya.
Ia pun menyedekahkan 50 real pertama dengan sedekah yang ikhlas karena Allah
kemudia ia terserang riya tatkala bersedekah dengan 50 real sisanya.
Maka sedekah pertama adalah sedekah yang shahih, diterima
Allah adapun sedekah 50 real sisanya adalah sedekah bathil karena didalamnya
tercampur riya dengan ikhlas.
Keadaan
Kedua
Awal pelaksanaan ibadah terikat erat dengan akhir ibadah.
Kondisi ini tidak terlepas dari dua kondisi:
Kondisi
Pertama
Seseorang berusaha melawan riya dan merasa tidak tenang
dengan keadaan tersebut. Bahkan ia berusah berpaling dari riya dan membencinya.
Maka riya yang demikian tidak berpengaruh apapun terhadap ibadahnya.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu’alaihi waslalam,
إن الله تجاوز عن أمتي ما حدَّثت به أنفسها ما لم تعمل أو تتكلم
“Sesungguhnya Allah mengampuni bisikan hati dari umatku
selama tidak dilakukan atau diucapkan.”
Kondisi
Kedua
Seseorang merasa tenang dengan riya dan tidak berusaha
melawan. Jika kondisinya demikian maka seluruh ibadahnya (dari awal sampai
akhir) menjadi batal. Karena awal ibadah berkaitan dengan akhir ibadah.
Contoh:
Seseorang memulai shalat dengan ikhlas karena Allah Ta’ala.
Kemudian pada rakaat kedua terserang riya. (Karena ia merasa tenang denga riya
tersebut dan tidak berusaha melawan) maka seluruh shalat dari rakaat satu
hingga terakhir menjadi batal. Karena rakaat pertama masih memiliki keterkaitan
dengan rakaat terakhir.
Bentuk
ketiga
Riya menyerang usai berakhirnya ibadah. Pada kondisi ini
tidak berpengaruh sama sekali dan tidak membatalkan ibadah yang dilakukan.
Karena ibadah telah sempurna dilakukan dengan ikhlas maka hadirnya riya usai
ibadah tidak merusak ibadah tersebut.
Bukan termasuk riya ketika seseorang merasa senang ibadahnya
diketahui orang lain. Karena rasa senang ini muncul setelah ibadahnya selesai.
Bukan termasuk riya bila seseorang merasa bahagia dengan
amal ketaatannya. Karena ini menjadi bukti atas keimanannya.
Sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam,
مَن سرَّته حسنته وساءته سيئته فذلك المؤمن
“Barangsiapa yang merasa senang dengan kebaikannya dan
gelisah karena keburukannya maka dialah seorang mukmin.”
Nabi shallallahu’alaihi wasallam ditanya tentang hal ini,
beliau bersabda,
تلك عاجل بشرى المؤمن
“Itulah kabar gembira yang disegerakan bagi orang beriman.”
Demikianlah, contoh dan jenis-jenis riya yang perlu kita
ketahui agar kita dapat menghindarinya. Semoga bermanfaat