Bagikandakwah – Barang KW atau tiruan. Atau penjual masa
kini meyebutnya Replika. Bagaimana hukumnya menjual barang imitasi/ KW? Simak penjelasan dibawah ini :
Nah sahabat dakwah, Perlu diperhatikan bahwa ada tiga
prinsip penting yang mesti diperhatikan dalam jual beli:
- Tidak boleh mengambil hak orang lain tanpa seizinnya;
- Tidak boleh membohongi dan menipu publik;
- Tidak boleh menyelisihi aturan pemerintah yang wajib ditaati, selama itu bukan maksiat.
- Tidak Boleh Mengambil Hak Orang Lain Tanpa Izin
Kita tidak boleh melanggar hak orang lain tanpa izin
termasuk dalam masalah merek. Dalam kaedah fikih disebutkan,
لاَ يَجُوْزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِي مِلْكِ الغَيْرِ بِلاَ إِذْنٍ
“Tidak boleh seseorang memanfaatkan kepemilikian orang lain
tanpa izinnya.” (Lihat Ad Durul Mukhtaar fii Syarh Tanwirul Abshor pada Kitab
Ghoshob, oleh ‘Alaud-din Al Hashkafiy)
Di antara dalil kaedah tersebut adalah hadits berikut, di
mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ
“Tidak halal harta seseorang kecuali dengan ridha
pemiliknya.” (HR. Ahmad 5: 72. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits
tersebut shahih lighoirihi)
Larangan Membohongi Konsumen (Publik)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan
kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu
Hibban 2: 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash
Shahihah no. 1058).
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati
setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan
beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, “Apa ini wahai
pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan
wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian
makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia
bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim no. 102). Jika dikatakan tidak termasuk
golongan kami, maka itu menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.
Tidak
Boleh Menyelisihi Aturan Pemerintah
Jika ada aturan pemerintah, atau undang-undang yang dibuat
dan sifatnya mubah, tidak menyelisihi ketentuan Allah, aturan tersebut harus
dijalankan.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
beliau bersabda, “Bagi setiap muslim, wajib taat dan mendengar kepada pemimpin
(penguasa) kaum muslimin dalam hal yang disukai maupun hal yang tidak disukai
(dibenci) kecuali jika diperintahkan dalam maksiat. Jika diperintahkan dalam
hal maksiat, maka boleh menerima perintah tersebut dan tidak boleh taat.”
Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839).
Undang-Undang
Mengenai Merek
Mengenai perdagangan produk atau barang palsu atau yang juga
dikenal dengan barang “KW”, dalam Pasal 90 – Pasal 94 Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek (“UU Merek”) diatur mengenai tindak pidana terkait
merek:
# Pasal
90
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek
yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
# Pasal
91
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek
yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
# Pasal
92
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi-geografis milik pihak lain
untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan
tanda yang pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk
barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
(3) Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang
merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa
barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi
berdasarkan indikasi-geografis, diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
# Pasal
93
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda
yang dilindungi berdasarkan indikasi-asal pada barang atau jasa sehingga dapat
memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa
tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
# Pasal
94
(1) Barangsiapa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan
hasil pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, dan
Pasal 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran Dan secara tegas pula, dalam Pasal 95, UU Merek menggolongkan
seluruh tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut sebagai
delik aduan, bukan delik biasa. Dalam keilmuan hukum, hal ini berarti bahwa
pasal-pasal pidana dalam UU Merek diberlakukan setelah adanya laporan dari
seseorang yang dirugikan atas perbuatan orang lain sehingga terkait delik aduan
pun penyidikan kepolisian dapat dihentikan hanya dengan adanya penarikan
laporan polisi tersebut oleh si pelapor sepanjang belum diperiksa di
pengadilan.
Tindak pidana sebagaimana disebutkan di atas, hanya dapat
ditindak jika ada aduan dari pihak yang dirugikan. Hal ini dapat dilihat dari
perumusan Pasal 95 UU Merek:
“Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal
91, Pasal 92, Pasal 93, dan Pasal 94 merupakan detik aduan.”
Ini berarti bahwa penjualan produk atau barang palsu hanya
bisa ditindak oleh pihak yang berwenang jika ada aduan dari pihak-pihak yang
merasa dirugikan oleh hal tersebut, dalam hal ini si pemilik merek itu sendiri
atau pemegang lisensi (Pasal 76 dan Pasal 77 UU Merek). (Sumber:
HukumOnline.Com)
Penjelasan
Ulama
Syaikh Muhammad ‘Ali Farkus berkata,
“Berdasarkan uraian di atas, siapa saja yang menjual produk
imitasi dengan kesan seakan-akan (barang tersebut) asli maka dia bukanlah orang
yang bisa dipercaya dan bukanlah seorang yang menghendaki kebaikan untuk
konsumen. …
Penjual produk imitasi itu berdosa. Namun, mengingat bahwa
keuntungan yang didapat tidaklah haram karena zatnya, maka penjual boleh
memanfaatkannya.
Adapun terkait dengan produk imitasi yang masih tersisa,
maka itu boleh dijual. Dengan syarat, calon pembeli diberitahu bahwa produk
tersebut tidaklah asli. Jika setelah mengetahui kondisi barang yang sebenarnya,
dia tetap mau membelinya, maka tidak masalah. Akan tetapi, jika produk imitasi
sudah habis terjual, penjual hendaknya menolak untuk membantu produsen imitasi
untuk menjualkan produknya.
Setiap muslim wajib bertakwa kepada Allah dan menempuh jalan
rezeki yang halal, karena bertakwa kepada Allah dan membuat Allah ridha adalah
sebab untuk mendapatkan kemudahan dari Allah.” (PengusahaMuslim.Com)
Kesimpulan
1- Siapa yang menjual barang KW (imitasi) dengan membuat
kesan bahwa seakan-akan barang itu asli seperti dengan menggunakan merek
terdaftar, tidaklah boleh. Penjual yang melakukan seperti itu berdosa karena
melakukan penipuan.
2- Jika sudah ada keterusterangan bahwa yang dijual adalah
barang KW (imitasi) dan digunakan merek yang berbeda dengan merek terdaftar,
maka tidaklah termasuk pelanggaran, juga tidak melanggar aturan undang-undang.
3- Adapun jika yang dijual adalah dengan merek terdaftar dan
penjual terus terang bahwa barang tersebut KW, maka ia melakukan pelanggaran:
(1) melanggar hak orang lain berupa merek, (2) bagi produsen, menyelisihi
peraturan pemerintah.
Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda. Hanya Allah
yang memberi taufik dan hidayah.
Sumber : rumaysho.com