Bagikandakwah – Sahabat dakwah, Siapa sih sebenarnya yang
rugi? Yang menyakiti atau yang disakiti? Yang direndahkan atau yang
merendahkan? Yang menyombongkan diri ataukah yang sebaliknya? Menurut kamu
siapa ?
Dunia mungkin sudah mulai menunjukkan tanda-tanda
kehancurannya. Salah satu indikatornya adalah dengan banyaknya orang yang
berbicara tanpa lebih dahulu dipikir. Menuruti hawa nafsu bernama ego daripada
logika. Dan, ingin menjadi lebih dan lebih di mata orang lain.
Namanya juga hidup dalam pergaulan makhluk bumi. Hehe
Tentu, perasaan kecewa, sakit hati, atau yang sejenis adalah
hal yang lumrah.
Kembali lagi pada pertanyaan di atas. Jadi, siapa yang rugi?
Salah bila dikatakan bila yang rugi adalah mereka yang
disakiti, direndahkan, dan dilecehkan. Justru sebaliknya, pelaku kejahatan
psikologislah yang sebenarnya rugi.
Bayangkan, betapa tersiksanya hidup orang-orang yang suka
menyakiti orang lain baik dalam sikap maupun kata-kata. Apa tidak capek? Pun
ketika dirinya merasa lebih hebat daripada orang lain/yang direndahkan
tersebut, terus emang kenapa? Penting banget?
Sebaliknya, mereka yang dizolimi justru orang-orang yang
diuntungkan. Setidaknya, mereka mendapatkan pelajaran berharga untuk tidak
melakukan hal yang sama bila tidak ingin sama hinanya.
Saya masih ingat salah satu filosofi jawa yang diajarkan
ayah saat saya masih belia.
Nglurug tanpo bolo, Sugih tanpo bondho, Sakti tanpo aji, lan
Menang tanpo ngasorake.
Kurang lebih artinya adalah sebagai berikut:
Nglurug tanpo bolo, tak perlu mendompleng nama besar suami,
ayah, atau keluarga bila hanya ingin dipandang wah oleh orang lain karena hal
itu justru menunjukkan bahwa kita tak percaya diri. Pun tak perlu sok-sokan
bergaul dengan orang yang terlihat wah hanya karena kita ingin dipandang wah.
Bila kita percaya dengan kemampuan diri sendiri yang telah diberikan oleh
Allah, kita pasti tak gentar dengan apapun yang menghadang. Kita
“mengalahkannya” dengan ketenangan dan kecerdasan, bukan dengan emosi atau
membawa-bawa nama besar orang lain. :D
Sugih tanpo bondho, maksudnya dengan kemampuan dan semangat
yang kita miliki, kita tak perlu khawatir hidup terlunta-lunta. Tugas kita
adalah berusaha semaksimal mungkin, biar DIA yang memutuskan yang terbaik untuk
kita. Lahir dari keluarga apapun dan kondisi seperti apapun, bukanlah kesalahan
kita. Orang keren yang sesungguhnya bukanlah orang yang menggantungkan diri
pada keadaan, tapi orang yang mampu mengubah keadaan. Tak perlu repot-repot,
banyak contoh orang-orang sukses yang masa kecilnya buruk. :)
Sakti tanpo aji, ya mirip-mirip dengan nomor satu.
Menang tanpo ngasorake, inilah poin penting yang ada
hubungannya dengan postingan kali ini. Intinya, untuk menang, kita tak harus
merendahkan atau mempermalukan orang lain di depan banyak orang. Emang penting
ya merendahkan orang lain? Tak perlu kita sebut-sebut kita ini siapa dan
bagaimana hanya karena ingin mendapat pengakuan hebat dari manusia, toh mereka
sudah tahu kok. Hal-hal yang bisa membuat orang lain merasa rendah bukanlah hal
yang hebat karena orang hebat yang sesungguhnya adalah orang yang bisa
menghargai orang lain. Pun pemenang yang sesungguhnya adalah mereka yang mampu
membuat “musuh” mengakui kehebatannya tanpa harus merasa si musuh tak berharga.
Bahasa sederhananya, mengubah “musuh” menjadi sahabat.
Jadi, bila ada orang yang merasa puas karena telah
merendahkan orang lain atau mencaci maki saudaranya, seharusnya kita
mengasihani karena orang tersebut rugi. Bagaimana mungkin usaha dan doanya bisa
lancar bila masih ada noda (gak penting) dalam hatinya.
Semangat ya sahabat dakwah, Mari memerdekakan hati!
Sumber : ummi-online.com